Transmigrasi Buat Langganan Korban Banjir, Mungkinkah?

Kemarin, menteri tenaga kerja dan transmigrasi mengusulkan agar penduduk jakarta yang langganan jadi korban banjir ditransmigrasikan saja. Katanya lagi, enak lho ikut transmigrasi, udah dapat rumah, jatah hidup setahun dan lahan seluas 2.5 hektar lagi. Asik kan?

Eit, tapi tunggu dulu! Biarpun diiming-imingi hal-hal muluk seperti itu, saya kok ndak yakin kalo banyak orang yang mau ataupun at least tertarik :) Kalo dulu mungkin alasannya cukup statis, ‘mangan ora mangan asal kumpul’, tapi bukankah pikiran ini milik orang desa? bukan orang kota kayak yang jadi korban banjir dibantaran kali ciliwung itu?

Sekarang mungkin alasannya lebih maju sedikit. Pertama, sebagian atau bahkan hampir semua dari mereka bukanlah petani. Transmigrasi saat ini hampir semuanya adalah transmigrasi agraris. Di lokasi transmigran mereka di-proyek-kan untuk menjadi petani dengan dikasih modal lahan, bibit, pupuk, dan segala keperluan lainnya. Apakah mungkin penjual ‘pracangan’ tiba-tiba bisa berubah menjadi petani yang tiap hari harus berpeluh ditengah ladang? Meskipun diberikan pelatihan sebelum berangkat, sungguh amat sangat berat pastinya bagi mereka untuk melakoni kehidupan yang baru sebagai seorang petani. Kedua, Mereka belum terbiasa dengan budaya menabung seperti orang desa. Mungkin banyak yang berpikir, mana mungkin orang desa lebih punya budaya menabung daripada orang kota, tabungan di bank aja nggak punya? Budaya menabung bukan berarti punya tabungan di bank. Yang dimaksud disini adalah budaya menyimpan uang untuk keperluan di hari depan. Kenapa orang kampung lebih punya budaya menabung? Karena mereka terbiasa menyimpan uang, mereka sadar mereka cuman dapat uang pas lagi panen saja, selebihnya pas musim tanam mereka harus gigit jari dan ngirit, sudah pasti nggak ada pemasukan:) Ketiga, mereka adalah orang-orang niaga bukan lah petani. Apa bedanya? orang-orang niaga bisa mendapat dana kapan saja, sekali jual barang atau jasa dapat upah, asik..Sedangkan petani, mereka cuman dapat uang pas musim panen saja, selebihnya ya harus cari penghasilan lain kalo mau.

Transmigrasi non-agraris.

Meskipun demikian transmigrasi tetaplah solusi yang cukup baik, namun harus ada sedikit perubahan skema. Yaitu dengan menggunakan sistem transmigrasi non-agraris. Transmigrasi industri misalnya, atau transmigrasi yang lain-lain, meskipun komponen agraris tetap harus dipertahankan, karena berhubungan dengan rantai makanan. Bayangkan kalo ndak ada yang nanem padi, terus emang harus beli beras terus dari kota juga :)

Mungkin ini yang harus dipikirkan oleh pemerintah kita…